Ulasan Terry Venables
DUEL ini lebih dari sekedar partai antar tim kuda hitam. Karena saya melihat satu tim yang memenangi partai ini bakal membuat kejutan, bahkan mungkin sampai ke partai final. Kapasitas keduanya sudah terbukti di partai-partai babak penyisihan. Tanpa diduga Kroasia mampu menghempaskan Jerman, tim yang sangat 'berkuasa' saat melindas Polandia di laga awal. Namun di tangan negeri Balkan itu, Jerman seolah baru diajari cara bermain sepakbola yang efektif. Luka Modric, Niko Kranjcar dan Robert Kovac pantas menjadi aktor di tim Kroasia.
Sementara Turki juga tak kalah hebatnya. Mereka mampu mengatasi tekanan mental akibat kalah di partai perdana. Mereka terbukti bisa mengatasi tuan rumah dan menang melawan Ceko. Kemenangan terakhir, meski ditebus dengan pelbagai hal, makin menunjukkan sisi determinasi dan spirit luar biasa negara yang seharusnya masih masuk Asia itu. Nihat, Tuncay dan Servet Cetin mampu mendorong kesuksesa beberapa klub mereka ke level timnas. Jika tak hati-hati, Kroasia bakal dilibas anak-anak Fatih Terim itu.
Saya sendiri lebih menjagokan Kroasia untuk lolos ke partai semifinal. Kualitas individu pemain sangat merata akibar tempaan kompetisi ketat di Eropa. Sayang, absennya Eduardo mengurangi keindahan aksi para pemain Slaven Bilic itu. Jika ada striker Arsenal itu, nafas dan aroma Kroasia pasti lebih bagus lagi. Paling tidak, mereka bisa memainkan pola 4-4-2 atau 4-3-3 dengan Mladen Petric sebagai imbuhan lini depan.
Sisi agresfitas jelas lebih unggul dari Turki. Nafas tim tidak hanya Modric dan Kranjcar, namun pemain seperti Niko Kovac, Srna, Rakitic bahkan seorang Danijel Pranjic mampu menjadi inspirator. Skema 4-1-4-1 dan 4-1-3-1-1 bisa dijalankan Bilic dengan sempurna. Pasalnya, di lini penggempur ia memiliki barisan berpengalaman daripada Turki, yang hanya mengandalkan sosok Nihat Kahveci, Tuncay Sanil dan Hamit Altintop. Sementara pemain seperti Kazim Kazim, Mehmet Aurelio dan Emre Asik, lebih cenderung sebagai pelengkap, bukan motivator.
Keseimbangan pola permainan milik Kroasia juga didukung barisan pertahanan mumpuni. Koordinasi Robert Kovac dkk dengan kiper Stipe Pletikosa sejauh ini masih yang terbaik dibanding tim lain. Ini bisa dilihat dari minimnya ancaman ke gawang Kroasia selama babak penyisihan grup. Bukan karena sebagian besar pemain Kroasia bermain di Premiership lantas saya menjagokan mereka, tapi secara teknik dan mental, pasukan ini bisa menjadi kuda hitam sekali lagi setelah era Davor Suker dkk di Piala Dunia 1998 lalu. Saya perkirakan, pertarungan ketat tetap bakal terjadi di lini tengah. (bud)
DUEL ini lebih dari sekedar partai antar tim kuda hitam. Karena saya melihat satu tim yang memenangi partai ini bakal membuat kejutan, bahkan mungkin sampai ke partai final. Kapasitas keduanya sudah terbukti di partai-partai babak penyisihan. Tanpa diduga Kroasia mampu menghempaskan Jerman, tim yang sangat 'berkuasa' saat melindas Polandia di laga awal. Namun di tangan negeri Balkan itu, Jerman seolah baru diajari cara bermain sepakbola yang efektif. Luka Modric, Niko Kranjcar dan Robert Kovac pantas menjadi aktor di tim Kroasia.
Sementara Turki juga tak kalah hebatnya. Mereka mampu mengatasi tekanan mental akibat kalah di partai perdana. Mereka terbukti bisa mengatasi tuan rumah dan menang melawan Ceko. Kemenangan terakhir, meski ditebus dengan pelbagai hal, makin menunjukkan sisi determinasi dan spirit luar biasa negara yang seharusnya masih masuk Asia itu. Nihat, Tuncay dan Servet Cetin mampu mendorong kesuksesa beberapa klub mereka ke level timnas. Jika tak hati-hati, Kroasia bakal dilibas anak-anak Fatih Terim itu.
Saya sendiri lebih menjagokan Kroasia untuk lolos ke partai semifinal. Kualitas individu pemain sangat merata akibar tempaan kompetisi ketat di Eropa. Sayang, absennya Eduardo mengurangi keindahan aksi para pemain Slaven Bilic itu. Jika ada striker Arsenal itu, nafas dan aroma Kroasia pasti lebih bagus lagi. Paling tidak, mereka bisa memainkan pola 4-4-2 atau 4-3-3 dengan Mladen Petric sebagai imbuhan lini depan.
Sisi agresfitas jelas lebih unggul dari Turki. Nafas tim tidak hanya Modric dan Kranjcar, namun pemain seperti Niko Kovac, Srna, Rakitic bahkan seorang Danijel Pranjic mampu menjadi inspirator. Skema 4-1-4-1 dan 4-1-3-1-1 bisa dijalankan Bilic dengan sempurna. Pasalnya, di lini penggempur ia memiliki barisan berpengalaman daripada Turki, yang hanya mengandalkan sosok Nihat Kahveci, Tuncay Sanil dan Hamit Altintop. Sementara pemain seperti Kazim Kazim, Mehmet Aurelio dan Emre Asik, lebih cenderung sebagai pelengkap, bukan motivator.
Keseimbangan pola permainan milik Kroasia juga didukung barisan pertahanan mumpuni. Koordinasi Robert Kovac dkk dengan kiper Stipe Pletikosa sejauh ini masih yang terbaik dibanding tim lain. Ini bisa dilihat dari minimnya ancaman ke gawang Kroasia selama babak penyisihan grup. Bukan karena sebagian besar pemain Kroasia bermain di Premiership lantas saya menjagokan mereka, tapi secara teknik dan mental, pasukan ini bisa menjadi kuda hitam sekali lagi setelah era Davor Suker dkk di Piala Dunia 1998 lalu. Saya perkirakan, pertarungan ketat tetap bakal terjadi di lini tengah. (bud)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar