Selasa, Februari 05, 2008

Satu Mati Tumbuh Sepuluh

by noenx's
JIKA tidak segera disadari, sebuah ironi sekaligus blunder sepertinya bakal dilakukan pemerintah Indonesia terhadap sebuah kebijakan ekonomi yang sudah lama didengang-dengungkan tapi tidak pernah terealisasi.
Bukan hanya satu sebenarnya, namun fokus kali ini hanya ada pada kategori pembentukan kawasan perdangan bebas dan pelabuhan bebas. Yang paling disorot tentu apa yang tengah terjadi pada kawasan segitiga Batam, Bintan dan Karimun (BBK) di provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Sudah sejak lama kawasan ini menjadi incaran untuk menjadi sebuah daerah khusus perdagangan, perindustrian dan pintu gerbang industri Indonesia kawasan Barat. Sejak dikembangkan pertama kali oleh BJ Habibie, Batam khususnya mampu tumbuh pesat dan menjadi satu di anara penopang angka indikator ekonomi Indonesia. Tidak tanggung-tanggung, kawasan ini mampu nyaris menyaingi Singapura jikalau tidak ada deal tersendiri antara Habibie-Lee Kuan Yeew.
Seiring perkembangan zaman, apalagi memasuki era reformasi fungsi bisnis menjadi berubah total. Bukan bermaksud menyalahkan aturan pemerintah mengenai otonomi daerah, namun per dicatat saat itu jugalah Batam menjadi “barang” yang mulai menua dan rongsok, nyaris tidak ada kekuatan apa-apa lagi di sana. Bahkan impian pekerja untuk menuai rupiah dan mensejahterakan keluarganya di tempat asal hanya menjadi isapan jempol belaka.
Itu semakin diperparah dengan kebijakan pemerintah yang tidak pernah kunjung selesai dan selalu menggantung. Sayangnya, kabar tersiar jika semua kelambatan tersebut berawal dari perang kepentingan dan perang politik di antara pejabat pemerintah pusat. Sungguh sangat ironis jika hal itu benar-benar terjadi. Moral pemimpin negeri ini ternyata sama aja “bejadnya” dengan perampok ataupun pejabat pada masa orde baru. Pelan-pelan namun justru mematikan. Seolah mereka memang benar-benar hanya memikirkan isi perut mereka tanpa memerdulikan masyarakat awam yang harus berjungkirbalik hanya untuk bertahan hidup dan mencari sesuap nasi. Bayangkand engan para pejabat yang berkonflik memanfaatkan situasi di BBK, mereka seperti tak habisnya mencari sesuao diamond alias berlian.
Memang sepertinya masyarakat diam saja. Namun dalam hati mereka pastilah segunung kekecewaan jelas terendap. Hanya karena tangan mereka saja yang tak kuasa untuk menggapai apalagi merubah semuanya. Pemerintah?hanya terus diam dan terus dan terus melakukan program seenak perut mereka sendiri. Ironis di sebuah negara yang memproklamirkan diri sebagai negara demokratis. Kasihan ya....
Kembali ke level BBK. Sepertinya endapan di tahun 2004 lalu tidak akan mencair. Dan jalan ke sana tentu sangat terjal agar endapan itu kembali mencair. Meski pelbagai upaya bakal dan sudah dilakukan, tak pernah terasa progress itu. Yang ada hanyalah konflik antarelit yang tak kunjung berhenti. Dan lagi-lagi rakyat dan masyarakat pelaku usaha yang dikorbankan.
Akibatnya, pesawat yang tadinya dah mulai landing sempurna kini bahkan mulai oleng meskipun belum memacu pedal mesin jetnya. Jika diteruskan bukan tidak mungkin malah terjadi crash landing, yang mengakibatkan banyak korban berguguran. Kini tentu hanya kemurahan hati pemimpin negeri inilah yang diandalkan untuk tidak sekedar mengejar berlian mereka, tapi pikirkan juga bagaimana cara masyarakat awam mengail sesuap nasi dan sehelai rupiah.
Skenario pemerintah memang menjadikan BBK sebagai pilot project. Konsekuensinya tentu jika gagal bakal menjadi barometer tersendiri bagi seluruh daerah. Dan indikasi ke arah kegagalan memang belum 40 persen terlihat, namun setidaknya itu sudah mulai terasa dengan kebijakan “aneh-aneh” yang dikeluarkan pemerintah terhadap BBK.
Apakah ini sebuah skenario yahud untuk mendepak BBK?terlalu dini dan naif jika itu dikemukakan. Namun yang pasti, jikalau proyek ini pun gagal, pemerintah masih memiliki 10 kawasan lain yang sudah mulai dipersiapkan menjadi kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas. Meminjam istilah perjuangan, patah satu tumbuh seribu, kalau ini satu mati tumbuh sepuluh....wah gila ya....(foto.google.com)

Tidak ada komentar: