Sabtu, Februari 02, 2008

Melaju di Atas Lumpur Berkeping Emas

by noenx's

BINTAN. Sebutan ini banyak mengandung makna dan arti harfiah. Namun Bintan yang satu ini tentu berbeda dengan Bintan-Bintan yang lain. Tidak hanya secara fisik semata, secara arti juga sangat jauh berbeda.
Bintan ini adalah sebuah benda yang justru mampu mengeluarkan benda berharga lainnya. Sebuah kekayaan yang ada di indung telurnya, yang selama ini diperas habis-habisan, disedot secara tak karuan dan mengubah sebuah paradigma kehidupan perekonomian. Namun sayang hasil akhir yang diidam-idamkan kini hanya sebata angan belaka. Praktis hanya segelintir orang saja yang mampu mengecap dan “menyambal” habis apa yang keluar dari perut sang ibu pertiwi, Bintan.
Kini Bintan tengah menjadi sorotan kembali. Satu sisi kawasan yang terletak di provinsi Kepulauan Riau, dan di dalamnya terdapat ibukota provinsi kota Tanjungpinang, sudah sangat terkenal sebagai tempat paling enak dan nikmat untuk melepaskan TKI ke luar negeri, khususnya Singapura dan Malaysia. Jaraknya yang hanya selemparan batu ke kedua negara sahabat tersebut membuat lalu lintas di sini tidak hanya berisi orang saja, namun perputaran uang miliaran rupiah terjadi yang membuat pejabat imigrasi berlomba-lomba untuk ditugaskan di sini. Bahkan jika harus menyogok dengan segepok uang ke atasannya sekalipun dipastikan bakal dilakukan. Daerah ini memang sangat nikmat untuk mengendus uang emas. Dijamin dalam kurun waktu tiga tahun saja, seorang kepala bagian pengurusan dokumen paspor saja, jangan kepala kantor imigrasinya, sudah bisa memperoleh rumah dan mobil mewah.
Apalagi sebuah tempat bernama desa Berakit. Jikalau Anda ke tempat tersebut dan menanyakan bagaimana cara untuk menyeberang ke Malaysia, tentu dengan senang hati aparat di sana bakal membantu, tentu dengan pengeluaran uang yang tak sedikit. Minimal Rp5 juta, kata orang di sana.
Tidak hanya itu, pintu masuk ke Singapura maupun Malaysia terbilang jalur sangat “aman”. Meski ada patroli keamanan laut Indonesia, dijamin rombongan bakal selamat sampai di tujuan. Namun jangan salah sangka jika di sana pun Anda sudah aman, sebaliknya mereka langsung melepas Anda guna mengarungi daerah yang di bayangan bergelimangkan ringgit dan dolar Sing.
Perjalanan menggunakan perahu alias pompong hanya memakan waktu enam jam. Sebuah perjalanan yang tentunya sangat pendek, bahkan lebih pendek daripada Jakarta-Surabaya menggunakan kereta eksekutif sekalipun. Tak heran jika Kepala Desa di dusun tersebut tampak mencolok dari sisi kekayaan harta dan bendanya. Namun ia tetap aman, karena di sanapun banyak aparat yang memanfaatkan momentum untuk saling berbagi rasa dan bahagia.
Itu cerita buruknya yang di satu sisi mampu memberikan gelimangan harta pada sebagian orang saja. Nah, untuk yang satu ini Bintan bakal semakin berkibar terutama di sisi perekonomian.
Memiliki banyak daerah dan potensi wisata tentu menjadi keunggulan tersendiri. Itulah yang kini tengah dsambangi pengusaha asal Malaysia yang berniat untuk menggelontorkan modalnya ke kawasan Lagoi.
Tujuannya jelas, pariwisata menjadi andalan tersendiri. Berbeda dengan kawasan pinggir laut lainnya di Indonesia, Bintan memang memiliki keistimewaan luar biasa. Menghadap langsung ke kawasan Laut Cina Selatan, dijamin ini tempat yang paling nikmati bagi para peselancar untuk menghabiskan waktunya menantang ombak. Pasalnya gelombang tinggi di kawasan ini terjadi setiap saat, tergantung mengambil posisi di kawasan mana untuk memulai petualangan bermain skateboard di air tersebut.
Kawasan wisata yang akan dibangun oleh orang Malaysia ini (sangat ironis mengingat justru orang luarlah yang memanfaatkan kekayaan alam kita, sangat ironnis dan kasihan Indonesia), akan menghabiskan dana Rp24 triliun atau 12 kalinya APBD kabupaten Natuna dan atau bisa digunakan untuk membiayai APBD Kepri dalam jangka nyaris 20 tahun.
Lokasinya di KWTE Treasure Bay menjadikan lokasi ini sangat strategis dari sisi manapun. Karenanya, sang investor pun bakal membangun pelbagai bangunan presitisius khas kawasan wisata eksklusif seperti apartemen, villa dengan danau yang mengitari, kanal, gerai pusat hiburan, pusat makanan, koridor untuk bisnis dan budaya Indonesia. Hasilnya, ekspektasi awal bakal ada tidak kurang dari 17 ribu wisman akan mengunjungi tempat ini. Jumlah yang jika dikalikan dengan 12 bulan akan memberi kontribusi tak kurang 10 persen dari total kunjungan wisatawan mancanegara ke Kepri.
Lalu apa yang menarik dari sisi ini?satu jalan mendapatkan emas telah dilalui. Namun yang lebih menarik lagi adalah daerah tersebut pun kini tengah diganjang ganjing dengan perdebatan sengit pembuatan aturan main sebuah KWTE. Sekali lagi inilah ironisasi kita. Bagaimana tidak, di saat investor sudah siap menggelonrokan uang triliunan rupiah, justru instrumen pelaksana sama sekali belum ada. Gosip tak sedap pun bermunculan. Banyak para anggota dewan dan pejabat daerah saling sikut untuk mendapatkan “kue emas” dari produk KWTE. Meski susah untuk dibuktikan secara fisik, namun indikasi tersebut tentunya bisa kuat terlihat. Jika memang mampu memberi manfaat besar bagi pengembangan dunia perekonomian sebuah daerah, apa salahnya jika perdebatan panjang tidak perlu dikumandangkan. Apalagi hanya ingin membela satu kepentingan semata yang ujung-ujungnya juga masalah fulus.
Jika mengacu pada sistem ekonomi, tentu sangat besar potensi yang akan didapat masyarakat setempat jika memang sistem pengaturan KWTE selesai. Bukan hanya bisa menjadi penerabasan untuk mengakali keterbatasan infrstruktur daerah tersebut, namun nilai ekonominya jelas bakal melonjak drastis.
Bayangkan jika kawasan desa ataupun kelurahan di sekitarnya mampu di kelola dengan baik, bukan tidak mungkin kampung-kampung seperti di kawasan Bali bakal terwujud dan mampu meningkatkan performa keekonomian. Buntunt-buntunya jelas, angka pengangguran makin berkurang dan tingkat penduduk miskin bisa tergerus sempurna.
Bagi daerah sendiri, kecipratan rejeki nomplok jelas sisi lainnya. Bayangkan nilai PAD yang bisa disumbangkan dari sektor ini. Jika sebelumnya hanya mencapao Rp30 miliar saja, bisa jadi nilai PAD bisa menembus angka Rp60 milar. Bukannya ini sangat menguntungkan?jelas menguntungkan jika nilainya tidak disunat kalangan pejabat itu sendiri.
Tingkat pertumbuhan ekonomi secara statistik jelas akan menerjang jauh dari apa yang terjadi setiap tahunnya. Bisa jadi, angka 7-8 persen menjadi kenyataan jika realisasinya berjalan sempurna dan sesuai jadwal. Namun jelas sedikit catatan merah harus mengemuka, orang asing boleh mengelola alam kita (ini sudah lazim), tapi semua aturan haruslah berpihak pada masyarakat. Jika memang terlihat tidak sesuai patron yang disepakati, tentu tindakan tegas harus ditegakkan. Tapi juga dengan catatan, jangan sampai ini digunakan par apejabat untuk mengeruk uang ke dalam kantong mereka......maklum, itu sudah menjadi budaya laten yang tak kan pernah terbabat habis....

Tidak ada komentar: