Senin, Februari 11, 2008

Peluang atas Ketidakberanian Pemerintah

by noenx's
TAHUN 2007 lalu dikagetkan dengan hancur leburnya perekonomian Amerika Serikat akibat serangan yang sama sekali tidak mereka duga. Bukan karena serangan teroris yang sering dibuat alasan AS untuk menyerang negara Islam, namun mereka “berhasil” terperosok kembali setelah dihajar kredit macet hipotek perumahan alias subprime mortgage crisis.Tidak tanggung-tanggung, analisis sementara menyebutkan angka kerugian akibat kredit macet hipotek perumahan ini telah berada di jalur 265 miliar dolar AS atau setara dengan Rp2.500 triliun. Angka ini ekuivalen tiga kali lipat anggaran belanja Indonesia tahun ini yang berada di kisaran Rp 854 triliun. Kerugian bersumber dari penurunan nilai aset (write down) sejumlah perusahaan keuangan. Pada saat yang bersamaan, lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor's juga menurunkan peringkat surat utang dan jaminan utang kredit perumahan kelas dua senilai 534 miliar dolar AS. Penurunan peringkat ini mengakibatkan indeks sejumlah bursa utama di dunia turun, termasuk tentunya di kawasan Asia, yang didalamnya juga ada Indonesia tercinta.
Meski sudah berangsur pulih, namun resesi yang terjadi di AS dijamin bakal terus berlangsung. Beberapa analisisi menyatakan, jika grafik ini bakal kembali memanasa pada medio April, saat beberapa debitor harus melunasi tagihannya. Jika krisis yang mendera ekonomi Paman Sam tidak juga sehat, alamat semakin banyak perusahaan yang guling tikar dan mengakibatkan jumlah pengangguran bertambah secara signifikan.Beberapa korban pun sudah merasakan sengatan tersebut. Merryl Linch telah mengumumkan kerugian tak sedikit dan terpaksa memangkas karyawannya sampai 1000 pekerja. Kredit macet mengakibatkan UBS, bank terkemuka dari Swiss, merugi sekitar 18 miliar dolar AS selama 2007. Sampai-sampai bank ini harus mencari suntikan dana segar sekitar 17,7 miliar dolar AS.Dua bank asal Jepang, Mitsubishi UFJ Financial Group and Mizuho Financial Group ikut pula terkena imbas. Pada 2007, keuntungan kedua bank ini merosot dibandingkan tahun sebelumnya. Laba bersih Mitsubishi UFJ sejak April hingga Desember 2007, adalah 315 miliar Yen, turun 54,4 persen dibandingkan periode yang sama 2006, 691 miliar Yen.Sementara laba bersih Mizuho Financial Group merosot 32,2 pesen dibandingkan periode yang sama 2006. Sejak April hingga Desember, laba bersih hanya 393 miliar Yen, lebih rendah dibandingkan 2006 yaitu 580 miliar Yen.Krisis kredit perumahan kelas dua ini telah menelan banyak korban lainnya. Beberapa waktu lalu, bank asal Prancis Societe General mengumumkan kerugian sekitar 2 miliar Euro (setara dengan Rp 26 triliun). Keuntungan bersih SG tahun lalu merosot menjadi 600-800 Juta Euro. Padahal tahun sebelumnya, keuntungan yang dibukukan senilai 5,2 miliar Euro.Lalu beranikah pemerintah memberikan langkah tersendiri?ternyata sama saja, mengikuti arah perkembangan ekonomi global, pemerintah hanya melakukan langkah-langkah yang terhitung konvensional, tanpa berani mengambil resiko seperti apa yang dilakukan Thailand dan Malaysia, dua negara Jiran yang sebenarnya sama-sama mengalami badai krisis namun berkaca pada tahun 1998 lalu, mereka berani melakukan terobosan, tidak hanya latah menurunkan tingkat suku bungan Banl sentralnya saja.
Beberapa teman bahkan selalu bertanya, mengapa si kita selalu tergantung pada kondisi perekonomian di AS, mengapa kita tidak berusaha untuk berpaling ke level Uni Eropa misalnya, yang saat ini sepertinya tengah mengalami sebuah era keemasan, yang ditandai terus melonjaknya bargaining position euro dibanding dolar AS di pasar primer dunia.Tentu pertanyaan tersebut sangat wajar, namun sebagai negara yang tidak bisa berdiri sendiri, tentu tanah air ini masih harus berkiblat ke sana. Kenapa harus berkiblat ke sana, jelas di samping devisa Indonesia masih berbentuk dolar AS, pangsa pasar di dunia jelas membutuhkan mata uang tersebut. Alamat hancur jika Indonesia memaksakan diri untuk menggunakan mata uang yang berbeda, tentu nilainya bakal semakin hancur dan merosot.
Namun yang pasti, saat ini perlu adanya keberanian dan terobosan dari pemerintah untuk terus berkarya demi semakin mengkondusifkan kondisi perekonomian di Indonesia yang tingkat pertumbuhannya tidak lagi tetap, tapi justru sangat labil dengan tingkat kesenjangan antardaerah yang begitu lebar. Asalkan pemerintah tidak banci lagi, bukan begitu?..(foto. www.google.com)

Tidak ada komentar: