by noenx’s
AKHIR bulan Januari 2008 ini, sebuah keputusan besar kembali dibuat pemerintah kota Batam. Mengapa besar, karena $efek dan aspek yang terkandung di dalamnya mengadung akumulasi dari semua kepentingan masyarakat.
Yup, di penghujung bulan pertama di tahun 2008, pemko Batam telah menyediakan lahan 10 hektar untuk membuat sebuah pusat pasar grosir bertaraf internasional. Meski masih sekedar keputusan awal namun, visi yang akan dibuat mengandung berjuta makna di tengah lesunya kehidupan perekonomian di sektor riil Batam. Bukan bermaksud untuk menyela ataupun mencerca, namun jika ditilik dari sisi realisasi, bisa ditanyakan berapa si yang diperoleh para pedagang kecil, asongan maupun kelas menengah dari hasil penjualan mereka sehar-hari. Jika ditarik mundur 10-15 tahun ke belakang, tentu jawaban optimisme masih telontar dengan jelas. Namun sekarang ini, apa yang disebut dengan keuntungan bijak tentu sangat sulit diraih. Riil benefit berupa kembalinya selisih modal dengan penjualan sudah mulai tergerus dengan semakin tingginya biaya operasional yang harus dihabiskan dalam rentang waktu tertentu.
Lalu guna menyambangi semakin kompleksnya kebutuhan di sektor sembako, muncullah ide untuk mendirikan sebuah bangunan pasar grosir internasional. Sebuah gagasan yang bisa dibilang sangat mercusuar di tengah belum pastinya kondisi perekonomian di Batam sendiri. Sebenarnya ide tersebut muncul dari apa yang dilontarkan Himpunan Pengusaha Grosir Indonesia (HPGI) yang menginginkan adanya pasar grosir di daerah-daerah untuk menyeimbangkan dan mengamankan pasokan distribusi bahan –bahan sembako. Meski secara teknis dan politis hal itu bisa dilakukan, namun tetap saja langkah tersebut mengandung resiko yang cukup besar, terutama dari sisi riil pengembalian nilai investasinya.
Secara nyata, langkah tersebut memang memiliki pondasi tersendiri yang berbeda dengan pendirian sebuah mal, suipermarket, hypermarket maupun swalayan lainnya. Semakin kompleksnya tingkat pemenuhan kebutuhan distribusi sehari-hari, membuat pusat grosir kini menjadi pilihan tersendiri bagi setiap daerah. Sisi kuantitas, kualitas dan kontinuitas menjadi sebuah hal yang bisa dibidik kalangan grosir sehingga keterbatasan sembako yang selama ini terjadi bisa diminimalisir.
Tidak tanggung-tanggung memang langkah yang akan ditempuh pemko Batam. Keseriusan tersebut bisa didukung dengan nilai statistik yang telah berada di tangan mereka. Paling tidak secara awam, rencana tersebut termasuk dalam landas kapabel. Namun memang nanti dulu kalau mau berbicara tentang kebiasaan konsumen Batam. Bagaimana tidak, persebaran penduduk yang tidak merata tentu membawa dampak resiko yang tidak kecil. Akses transportasi tentu menjadi pembahasan khusus. Jika menilik lokasi yang akan dibangun berada di kawasan pinggiran Jodoh, tentu akses transportasi menjadi pusat perhatian.
-------------------------------------------------------------------------------------
Pusat Grosir bertaraf internasional ini juga dapat memperkuat Cross Border Trade (CBT) atau perdagangan lintas batas dengan sub-sentra distribusi di Kecamatan Belakang Padang. Pasar Induk Belakang Padang yang saat ini sedang dibangun dapat digunakan sebagai sentra pasar induk grosir lokal untuk kepentingan wilayah hinterland.
Tingkat pertumbuhan penduduk 7-8 persen per tahun dan jumlah penduduk 729.500 jiwa tentu bukan pasar yang kecil. Akibatnya, kota Batam berhasil menjadi pasar utama barang kebutuhan pokok harian. Pola penduduk 267.400 bekerja di sektor formal, ditambah 50.$000 bekerja di sektor kepelabuhanan dan hampir 145.000 bergerak di level informal, menjadikan konfigurasi penduduk Kota Batam berada di usia produktif.
Satu hal kunci, pasar grosir internasional Batam dapat memberikan kontribusi PAD, jaminan pasokan sembako, motor perekonomian rakyat, dapat menekan kenaikan UMK dan tentu membantu pengusaha dan pekerja dalam persoalan upah dan jaminan social pekerja.
Secara konklusi, pembangunan pasar grosir ini sepertinya memang bisa saja dibangun. Namun intelegensia komprehensif harus tilakukan guna menghasilkan sebuah kesimpulan yang lebih baik dan feasibel. Jika tidak, proyek mercusuar memang bisa disematkan dalam pasar grosir di Batam ini. Jangan hanya berharap sekali, namu kontinyuitas harus menjadi prioritas utama. Jangan sampai rakyat yang telah cukup sengsara harus semakin ribet dengan adanya kebijakan yang sama sekali tak populer. Semoga tidak ada lagi kegagalan perencanaan yang membuat ekspektasi yang sudah mengemuka jadi lesap bagaikan asap.
Yup, di penghujung bulan pertama di tahun 2008, pemko Batam telah menyediakan lahan 10 hektar untuk membuat sebuah pusat pasar grosir bertaraf internasional. Meski masih sekedar keputusan awal namun, visi yang akan dibuat mengandung berjuta makna di tengah lesunya kehidupan perekonomian di sektor riil Batam. Bukan bermaksud untuk menyela ataupun mencerca, namun jika ditilik dari sisi realisasi, bisa ditanyakan berapa si yang diperoleh para pedagang kecil, asongan maupun kelas menengah dari hasil penjualan mereka sehar-hari. Jika ditarik mundur 10-15 tahun ke belakang, tentu jawaban optimisme masih telontar dengan jelas. Namun sekarang ini, apa yang disebut dengan keuntungan bijak tentu sangat sulit diraih. Riil benefit berupa kembalinya selisih modal dengan penjualan sudah mulai tergerus dengan semakin tingginya biaya operasional yang harus dihabiskan dalam rentang waktu tertentu.
Lalu guna menyambangi semakin kompleksnya kebutuhan di sektor sembako, muncullah ide untuk mendirikan sebuah bangunan pasar grosir internasional. Sebuah gagasan yang bisa dibilang sangat mercusuar di tengah belum pastinya kondisi perekonomian di Batam sendiri. Sebenarnya ide tersebut muncul dari apa yang dilontarkan Himpunan Pengusaha Grosir Indonesia (HPGI) yang menginginkan adanya pasar grosir di daerah-daerah untuk menyeimbangkan dan mengamankan pasokan distribusi bahan –bahan sembako. Meski secara teknis dan politis hal itu bisa dilakukan, namun tetap saja langkah tersebut mengandung resiko yang cukup besar, terutama dari sisi riil pengembalian nilai investasinya.
Secara nyata, langkah tersebut memang memiliki pondasi tersendiri yang berbeda dengan pendirian sebuah mal, suipermarket, hypermarket maupun swalayan lainnya. Semakin kompleksnya tingkat pemenuhan kebutuhan distribusi sehari-hari, membuat pusat grosir kini menjadi pilihan tersendiri bagi setiap daerah. Sisi kuantitas, kualitas dan kontinuitas menjadi sebuah hal yang bisa dibidik kalangan grosir sehingga keterbatasan sembako yang selama ini terjadi bisa diminimalisir.
Tidak tanggung-tanggung memang langkah yang akan ditempuh pemko Batam. Keseriusan tersebut bisa didukung dengan nilai statistik yang telah berada di tangan mereka. Paling tidak secara awam, rencana tersebut termasuk dalam landas kapabel. Namun memang nanti dulu kalau mau berbicara tentang kebiasaan konsumen Batam. Bagaimana tidak, persebaran penduduk yang tidak merata tentu membawa dampak resiko yang tidak kecil. Akses transportasi tentu menjadi pembahasan khusus. Jika menilik lokasi yang akan dibangun berada di kawasan pinggiran Jodoh, tentu akses transportasi menjadi pusat perhatian.
Studi teknis mengenai calon konsumen berdasar tingkat pertumbuhan penduduk dan jumlah penduduk sudah digambarkan secara jelas. Zona sekitar dan di depan DC Mal, Pasar Angkasa dan lahan kosong di sekitar Pasar Induk yang kini dikuasai PT rezeki Graha Mas dan PT Sumber Rezeki Raya memiliki potensi untuk dikembangkan dan disiapkan menjadi mega-sentra grosir internasional Batam.
-----------------------------------------------------------------------------------
Pusat perbelanjaan Mega Mal Batam Centre. Batam terus mengembangkanpelbagai jenis pasar. Terakhir, pemko Batam telah menyiapkan lahan seluas 10 hektar untuk membangun pasar grosir internasional Batam.-----------------------------------------------------------------------------------
Pusat Grosir bertaraf internasional ini juga dapat memperkuat Cross Border Trade (CBT) atau perdagangan lintas batas dengan sub-sentra distribusi di Kecamatan Belakang Padang. Pasar Induk Belakang Padang yang saat ini sedang dibangun dapat digunakan sebagai sentra pasar induk grosir lokal untuk kepentingan wilayah hinterland.
Tingkat pertumbuhan penduduk 7-8 persen per tahun dan jumlah penduduk 729.500 jiwa tentu bukan pasar yang kecil. Akibatnya, kota Batam berhasil menjadi pasar utama barang kebutuhan pokok harian. Pola penduduk 267.400 bekerja di sektor formal, ditambah 50.$000 bekerja di sektor kepelabuhanan dan hampir 145.000 bergerak di level informal, menjadikan konfigurasi penduduk Kota Batam berada di usia produktif.
Satu hal kunci, pasar grosir internasional Batam dapat memberikan kontribusi PAD, jaminan pasokan sembako, motor perekonomian rakyat, dapat menekan kenaikan UMK dan tentu membantu pengusaha dan pekerja dalam persoalan upah dan jaminan social pekerja.
Secara konklusi, pembangunan pasar grosir ini sepertinya memang bisa saja dibangun. Namun intelegensia komprehensif harus tilakukan guna menghasilkan sebuah kesimpulan yang lebih baik dan feasibel. Jika tidak, proyek mercusuar memang bisa disematkan dalam pasar grosir di Batam ini. Jangan hanya berharap sekali, namu kontinyuitas harus menjadi prioritas utama. Jangan sampai rakyat yang telah cukup sengsara harus semakin ribet dengan adanya kebijakan yang sama sekali tak populer. Semoga tidak ada lagi kegagalan perencanaan yang membuat ekspektasi yang sudah mengemuka jadi lesap bagaikan asap.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar