by noenx's
ENTAH kenapa tiba-tiba saja harus ada tercoret judul seperti di atas. Namun yang pasti kata hati jelas menjadi padanan tersendiri bagi langkah positif. Itu yang dicelotehkan seorang Norman Vincent Peale pada tahun 1952 lalu.
Ada juga tentang Tao Te Ching, yang berisi sebuah ungkapan bijak sangat bijak,”mengalirlah di sekitar kesulitan, jangan menentang mereka, jangan bejuang meraih sukses, tunggulah saat yang tepat. Mencoba untuk memahami seperti halnya berusaha melihat ke dalam air yang keruh. Diamlah dan biarkan lumpur mengendap. Tetaplah diam, sampai tiba waktunya untuk bertindak. Berhentilah bersikukuh dengan kepribadianmu dan lihatlah semua makhluk seolah mereka adalah dirimu. Orang seperti itu bisa dipercaya seluruh dunia. Tidak peduli berhadapan dengan sahabat atau musuh, kekalahan atau kemenangan, kemasyhuran atau rasa malu, orang yang bijak akan tetap tenang. Itulah hal yang membuat mereka begitu luar biasa,”. Semua ungkapan tersebut tentu merujuk pada Lao Tze, yang senantiasa mampu memberikan sebuah pedoman langkah pikiran menuju ketenangan yang luar biasa. Hasilnya tentu bisa dilihat dengan semakin banyaknya pluralitas majemuk di kalangan masyarakat.
Lalu hubungannya dengan cinta?sebenarnya tidak ada sama sekali. Namun lazimnya peradaban manusia saat ini, tentu semuanya bisa dikaitkan. Tak peduli itu tak selaras, tak serasi atau tak sepadan sekalipun, “pemerkosaan” keadaan sudah menjadi makanan tersendiri.
Namun keduanya tentu memiliki kesamaan. Khusus cinta dan ekonomi, di latar paling dasar sendiri, tentu kedua kata dasar itu jelas memiliki keterikatan mendalam untuk aspek yang sangat kompleks.
Sisi kehidupan jelas menjadikan keduanya sangat dekat. Sudah menjadi rahasia umum jika aroma cinta di negeri ini selalu dihiasi dengan perhitungan angka, yang tidak lain dan tidak bukan adalah unsur penting dari ekonomi itu sendiri. Jika dihitung tentu tidak akan pernah selesai apa yang dibutuhkan cinta dari ekonomi, juga sebaliknya sekejam-kejamnya ekonomi tentu sangat membutuhkan sebuah cinta, tak peduli itu untuk siapa. Apakah untuk kawan sendiri atau lawan, ataukah untuk lawan dari kata hatinya. Entahlah yang jelas paradigma cinta kini bukan melulu persoalan kekasih dan pertautan dua hati, namun seluruh negeri. Anda pasti bingung kemana arah semuanya ini, namun itulah yang ingin dibuat sang penulis. Silakan terinspirasi sendiri atau bahkan membuang pikiran itu saat ini juga. Semoga semakin pusing, karena dengan pusing itulah organ kreatifitas bakal berjalan normal kembali. (foto. www.google.com/www.altavista.com)
Ada juga tentang Tao Te Ching, yang berisi sebuah ungkapan bijak sangat bijak,”mengalirlah di sekitar kesulitan, jangan menentang mereka, jangan bejuang meraih sukses, tunggulah saat yang tepat. Mencoba untuk memahami seperti halnya berusaha melihat ke dalam air yang keruh. Diamlah dan biarkan lumpur mengendap. Tetaplah diam, sampai tiba waktunya untuk bertindak. Berhentilah bersikukuh dengan kepribadianmu dan lihatlah semua makhluk seolah mereka adalah dirimu. Orang seperti itu bisa dipercaya seluruh dunia. Tidak peduli berhadapan dengan sahabat atau musuh, kekalahan atau kemenangan, kemasyhuran atau rasa malu, orang yang bijak akan tetap tenang. Itulah hal yang membuat mereka begitu luar biasa,”. Semua ungkapan tersebut tentu merujuk pada Lao Tze, yang senantiasa mampu memberikan sebuah pedoman langkah pikiran menuju ketenangan yang luar biasa. Hasilnya tentu bisa dilihat dengan semakin banyaknya pluralitas majemuk di kalangan masyarakat.
Lalu hubungannya dengan cinta?sebenarnya tidak ada sama sekali. Namun lazimnya peradaban manusia saat ini, tentu semuanya bisa dikaitkan. Tak peduli itu tak selaras, tak serasi atau tak sepadan sekalipun, “pemerkosaan” keadaan sudah menjadi makanan tersendiri.
Namun keduanya tentu memiliki kesamaan. Khusus cinta dan ekonomi, di latar paling dasar sendiri, tentu kedua kata dasar itu jelas memiliki keterikatan mendalam untuk aspek yang sangat kompleks.
Sisi kehidupan jelas menjadikan keduanya sangat dekat. Sudah menjadi rahasia umum jika aroma cinta di negeri ini selalu dihiasi dengan perhitungan angka, yang tidak lain dan tidak bukan adalah unsur penting dari ekonomi itu sendiri. Jika dihitung tentu tidak akan pernah selesai apa yang dibutuhkan cinta dari ekonomi, juga sebaliknya sekejam-kejamnya ekonomi tentu sangat membutuhkan sebuah cinta, tak peduli itu untuk siapa. Apakah untuk kawan sendiri atau lawan, ataukah untuk lawan dari kata hatinya. Entahlah yang jelas paradigma cinta kini bukan melulu persoalan kekasih dan pertautan dua hati, namun seluruh negeri. Anda pasti bingung kemana arah semuanya ini, namun itulah yang ingin dibuat sang penulis. Silakan terinspirasi sendiri atau bahkan membuang pikiran itu saat ini juga. Semoga semakin pusing, karena dengan pusing itulah organ kreatifitas bakal berjalan normal kembali. (foto. www.google.com/www.altavista.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar