by noenx's
JARUM jam baru menunjukkan tepat pukul 12 siang. Saat jam makan siang itu, tiba-tiba mobile phone bergetar (memang sengaja tidak pernah dibunyikan hanya untuk menghormati lawan bicara dan sebuah acara). Tanpa disangka entah darimana datangnya data-data personal, tiba-tiba saja cewek di seberang sana “menggelontorkan” sebuah program produk dari banknya, sebuah karakter peminjaman yang bisa dilakukan via kartu kredit. Sebuah sistem yang sangat simpel tentunya, konsumen atau nasabah tak perlu lagi harus mengurus ini itu, fotokopi ini itu dan tetek bengek lainnya yang terkadang hasilnya juga seperti yang diharapkan.
Meski sangat menarik, beruntung tidak tertarik. Hanya saja tetap menjadi hal yang sangat menggelitik. Sebuah program promosi yang tentunya sangat apik, semakin memanjakan konsumen yang tak terpikir jika mereka sama saja diputarbalik, yang intinya harus memberikan selisih bunga pada sang pemilik;bank.
Setelah dipikirkan, tenyara apa yang mereka lakukan memang saat ini seolah menjadi trend. Brand pun, bagaikan cendawan di musim hujan kata orang, langsung disebarkan ke seantero nasabah. Persaingan di level angka bawah 3 pun sangat ketat. Meski konsumen tetap menjadi objek yang merasa diuntungkan, namun jangan salah jika mereka tak selektif alamat tabungan jebol bisa saja terjadi. Meski pihak Bank Indonesia sudah membatasi tahun 2008 ini sebagai batas akhir kepemilikan modal minimal Rp100 miliar, ternyata membuat kalangan perbankan berpikir keras untuk memutar uang yang selama ini hanya terpendam saja.
Kalangan perbankan justru semakin agresif untuk memasarkan pelbagai produk, termasuk di dalamnya akhirnya muncul kombinasi antara kredit konsumen dan pemasaran kartu kredit. Sebuah pencapaian kreatifitas yang tentunya sangat luar biasa. Sebuah hasil dari tingkat tekanan yang tinggi terhadap target dan regulasi tentunya. Kini konsumenpun semakin dimanjakan, mereka sudah tinggal meminta besaran kredit yang disesuaikan dengan kemampuan mereka yang akhirnya memaksa pihak perbankan pun berpikir keras untuk memberikan level pelayanan tingkat maksimal.
Seperti sudah menjadi prediksi sebelumnya, di tahun 2008 ini alias tahun Tikus di kalender Cina, kredit konsumen secara umum tetap bakal terkena progress yang sangat luar biasa. Ini sebagai ujung dari meningkatnya tingkat pendapatan di beberapa level masyarakat di negeri ini. Sebuah pertanda semakin makmurnya Indonesia?sebagian ya, namun porsi yang lebih besar lagi tentu bakal menjawab tidak. Bagaimana mau dibilang makmur, jika di Jakarta saja masih ribuan orang harus menggantungkan hidupnya di bawah kolong jembatan layang dan tangga jembatan penyeberangan. Indikator utama jelas sang ibukota, Jakarta sudah cukup merepresentasikan Indonesia secara keseluruhan., jika tidak mau sebenarnya tanah air ini tergolong negara yang miskin, belum lagi berkembang.
Kembali ke kredit konsumen menggunakan kartu kredit, pasarnya diyakini masih sangat lebar dan potensi keuntungannya jelas sangat menggiurkan. Imbas ungkapan ada gula ada semut, tentu peta persaingan menjadi sangat ketat. Banyaknya pemain yang ada di dataran ini tentu menjadi catatan tersendiri. Tak heran jika harus terjadi gontok-gontokan di antara mereka sendiri. So, sisi kreatifitas jelas menjadi tantangan tersendiri bagi para pemasar di lapangan jika tidak ingin ketinggalan dari kompetitornya.
Nah, beranjak dari kemudahan menggunakan database di kartu kredit dan rekam jejak sang debitor, saat ini banyak perbankan yang menggunakan layanan langsung. Beberapa bank kelas kakap sudah mulai mengaplikasikan metode seperti ini. Mereka begitu bersemangat untuk menawarkan pinjaman baru kepada pemegang kartu plastik itu berupa kredit tanpa agunan. Jika dibandingkan kartu kredit, jelas $bunganya jauh lebih miring.
Bank BNI contohnya. Bank yang kini dipimpin seorang perempuan ini memberikan fasilitas tertentu kepada para pemegang kartu kreditnya. Tidak tanggung-tanggung mereka menawarkan kredit tanpa jaminan dengan bunga hanya 0.9 persen per bulan alias hanya 10.8 persen per tahun. Beban itu tentu sangat ringan dibanding sekalipun dengan bunga kartu kredit itu sendiri yang berkisar di angka 2,85 persen saat ini atau 34,2 persen per tahun. Sebuah angka akumulatif yang bisa membuat orang geleng kepala jika tahu resiko yang akan ditanggungnya.
Namun tentu para bankir itu juga tidak ingin mengambil resiko terlalu besar. Biasanya mereka menggunakan rekam jejak yang ada di database mereka tentang nasabah yang potensial ataupun yang mengajukan kredit model ini. Tentu besarnya dana disesuaikan dengan kemampuan membayar si nasabah.
Sistematikanya pun sangat mudah, kredit baru tersebut selanjutnya akan masuk dalam account kartu kredit nasabah. Simpelnya, besaran kredit ini bisa digunakan sebagai alat pembayaran cicilan kartu kreditnya. Beban bunganya jelas lebih murah daripada yang reguler tentunya. Logis atau menjebak?Anda pasti tahu sendiri untuk konklusinya.
Kalangan BNI pun optimis jika pinjaman yang disalurkan via kartu kredit ini bisa mencapai angka Rp500 miliar. Tidak hanya BNI saja, bank Danamon juga termasuk yang getol dalam melangkahkan kakinya dalam persaingan mereguk kenikmatan kredit via kartu kredit ini. Selain simpel, perputaran dananya pun terbilang cepat dengan hasil keuntungan yang tergolong sangat signifikan.
BNI bahkan optimistis pinjaman yang disalurkan via kartu kredit bisa mencapai Rp 500 miliar. Bank Danamon juga termasuk yang mempraktikkan jurus sejenis. Melalui kartu My Own Card Plus, pemegang kartu juga berhak atas unsecured personal loans. Nilai pinjaman yang diberikan berkisar antara Rp5-Rp150 juta untuk setiap nasabah.
Adapun besarnya bunga yang harus dibayar sekitar 1,69 persen per bulan. Angka tersebut hampir separuh dari bunga yang dibebankan kartu kredit Danamon.
nasabah diberi kelonggaran untuk mencicil pinjamannya minimal setahun dan maksimal 36 bulan. Dengan strategi itu, penetrasi kredit konsumen di Danamon tumbuh subur.
Bisnis kartu kredit yang sempat mandek, belakangan ini juga ikut berkibar., tahun lalu kartu baru yang berhasil dipasarkan mencapai 170 ribu. Kreditnya pun meningkat 32 persen menjadi Rp5,5 triliun. Kendati persaingan bakal semakin ketat, tahun ini Danamon optimistis bisa meraih target pertumbuhan kartu sebanyak 40 persen atau sekitar 250 ribu.
Standard Chartered Bank sendiri fasilitas kredit tunai telah diberikan kepada sekitar 10 persen nasabah kartu kreditnya. jumlah debitor kartu kreditnya sudah mencapai 250 ribu. Besarnya kredit yang diberikan bervariasi, rata-rata berkisar antara 30-70 persen dari plafon kartunya. "Nasabah yang kami berikan kredit ini benar-benar terpilih. Itu bagian dari reward dan cara kami menjaga loyalitas debitor," jelasnya.
strategi pemasaran seperti itu cukup efektif dan efisien. Selain bisa menghemat waktu, bank juga tak perlu repot untuk mendapatkan debitor. Taruhlah saat ini ada sekitar delapan juta kartu kredit yang beredar. (foto.www.google.com)
Meski sangat menarik, beruntung tidak tertarik. Hanya saja tetap menjadi hal yang sangat menggelitik. Sebuah program promosi yang tentunya sangat apik, semakin memanjakan konsumen yang tak terpikir jika mereka sama saja diputarbalik, yang intinya harus memberikan selisih bunga pada sang pemilik;bank.
Setelah dipikirkan, tenyara apa yang mereka lakukan memang saat ini seolah menjadi trend. Brand pun, bagaikan cendawan di musim hujan kata orang, langsung disebarkan ke seantero nasabah. Persaingan di level angka bawah 3 pun sangat ketat. Meski konsumen tetap menjadi objek yang merasa diuntungkan, namun jangan salah jika mereka tak selektif alamat tabungan jebol bisa saja terjadi. Meski pihak Bank Indonesia sudah membatasi tahun 2008 ini sebagai batas akhir kepemilikan modal minimal Rp100 miliar, ternyata membuat kalangan perbankan berpikir keras untuk memutar uang yang selama ini hanya terpendam saja.
Kalangan perbankan justru semakin agresif untuk memasarkan pelbagai produk, termasuk di dalamnya akhirnya muncul kombinasi antara kredit konsumen dan pemasaran kartu kredit. Sebuah pencapaian kreatifitas yang tentunya sangat luar biasa. Sebuah hasil dari tingkat tekanan yang tinggi terhadap target dan regulasi tentunya. Kini konsumenpun semakin dimanjakan, mereka sudah tinggal meminta besaran kredit yang disesuaikan dengan kemampuan mereka yang akhirnya memaksa pihak perbankan pun berpikir keras untuk memberikan level pelayanan tingkat maksimal.
Seperti sudah menjadi prediksi sebelumnya, di tahun 2008 ini alias tahun Tikus di kalender Cina, kredit konsumen secara umum tetap bakal terkena progress yang sangat luar biasa. Ini sebagai ujung dari meningkatnya tingkat pendapatan di beberapa level masyarakat di negeri ini. Sebuah pertanda semakin makmurnya Indonesia?sebagian ya, namun porsi yang lebih besar lagi tentu bakal menjawab tidak. Bagaimana mau dibilang makmur, jika di Jakarta saja masih ribuan orang harus menggantungkan hidupnya di bawah kolong jembatan layang dan tangga jembatan penyeberangan. Indikator utama jelas sang ibukota, Jakarta sudah cukup merepresentasikan Indonesia secara keseluruhan., jika tidak mau sebenarnya tanah air ini tergolong negara yang miskin, belum lagi berkembang.
Kembali ke kredit konsumen menggunakan kartu kredit, pasarnya diyakini masih sangat lebar dan potensi keuntungannya jelas sangat menggiurkan. Imbas ungkapan ada gula ada semut, tentu peta persaingan menjadi sangat ketat. Banyaknya pemain yang ada di dataran ini tentu menjadi catatan tersendiri. Tak heran jika harus terjadi gontok-gontokan di antara mereka sendiri. So, sisi kreatifitas jelas menjadi tantangan tersendiri bagi para pemasar di lapangan jika tidak ingin ketinggalan dari kompetitornya.
Nah, beranjak dari kemudahan menggunakan database di kartu kredit dan rekam jejak sang debitor, saat ini banyak perbankan yang menggunakan layanan langsung. Beberapa bank kelas kakap sudah mulai mengaplikasikan metode seperti ini. Mereka begitu bersemangat untuk menawarkan pinjaman baru kepada pemegang kartu plastik itu berupa kredit tanpa agunan. Jika dibandingkan kartu kredit, jelas $bunganya jauh lebih miring.
Bank BNI contohnya. Bank yang kini dipimpin seorang perempuan ini memberikan fasilitas tertentu kepada para pemegang kartu kreditnya. Tidak tanggung-tanggung mereka menawarkan kredit tanpa jaminan dengan bunga hanya 0.9 persen per bulan alias hanya 10.8 persen per tahun. Beban itu tentu sangat ringan dibanding sekalipun dengan bunga kartu kredit itu sendiri yang berkisar di angka 2,85 persen saat ini atau 34,2 persen per tahun. Sebuah angka akumulatif yang bisa membuat orang geleng kepala jika tahu resiko yang akan ditanggungnya.
Namun tentu para bankir itu juga tidak ingin mengambil resiko terlalu besar. Biasanya mereka menggunakan rekam jejak yang ada di database mereka tentang nasabah yang potensial ataupun yang mengajukan kredit model ini. Tentu besarnya dana disesuaikan dengan kemampuan membayar si nasabah.
Sistematikanya pun sangat mudah, kredit baru tersebut selanjutnya akan masuk dalam account kartu kredit nasabah. Simpelnya, besaran kredit ini bisa digunakan sebagai alat pembayaran cicilan kartu kreditnya. Beban bunganya jelas lebih murah daripada yang reguler tentunya. Logis atau menjebak?Anda pasti tahu sendiri untuk konklusinya.
Kalangan BNI pun optimis jika pinjaman yang disalurkan via kartu kredit ini bisa mencapai angka Rp500 miliar. Tidak hanya BNI saja, bank Danamon juga termasuk yang getol dalam melangkahkan kakinya dalam persaingan mereguk kenikmatan kredit via kartu kredit ini. Selain simpel, perputaran dananya pun terbilang cepat dengan hasil keuntungan yang tergolong sangat signifikan.
BNI bahkan optimistis pinjaman yang disalurkan via kartu kredit bisa mencapai Rp 500 miliar. Bank Danamon juga termasuk yang mempraktikkan jurus sejenis. Melalui kartu My Own Card Plus, pemegang kartu juga berhak atas unsecured personal loans. Nilai pinjaman yang diberikan berkisar antara Rp5-Rp150 juta untuk setiap nasabah.
Adapun besarnya bunga yang harus dibayar sekitar 1,69 persen per bulan. Angka tersebut hampir separuh dari bunga yang dibebankan kartu kredit Danamon.
nasabah diberi kelonggaran untuk mencicil pinjamannya minimal setahun dan maksimal 36 bulan. Dengan strategi itu, penetrasi kredit konsumen di Danamon tumbuh subur.
Bisnis kartu kredit yang sempat mandek, belakangan ini juga ikut berkibar., tahun lalu kartu baru yang berhasil dipasarkan mencapai 170 ribu. Kreditnya pun meningkat 32 persen menjadi Rp5,5 triliun. Kendati persaingan bakal semakin ketat, tahun ini Danamon optimistis bisa meraih target pertumbuhan kartu sebanyak 40 persen atau sekitar 250 ribu.
Standard Chartered Bank sendiri fasilitas kredit tunai telah diberikan kepada sekitar 10 persen nasabah kartu kreditnya. jumlah debitor kartu kreditnya sudah mencapai 250 ribu. Besarnya kredit yang diberikan bervariasi, rata-rata berkisar antara 30-70 persen dari plafon kartunya. "Nasabah yang kami berikan kredit ini benar-benar terpilih. Itu bagian dari reward dan cara kami menjaga loyalitas debitor," jelasnya.
strategi pemasaran seperti itu cukup efektif dan efisien. Selain bisa menghemat waktu, bank juga tak perlu repot untuk mendapatkan debitor. Taruhlah saat ini ada sekitar delapan juta kartu kredit yang beredar. (foto.www.google.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar