by noenx's
HAL senada juga diiyakan beberapa teman dalam satu kelompok. Dwi Andrianto, Dani dan Paulus Pora, tiga tukang ojek yang satu tempat mangkal dengan Madi, mengungkapkan, setiap WPS yang diantar biasanya memang memberi tips yang lumayan. “Apalagi kalau tamunya memberi lebih dan pelayanannya cuma memakan waktu sebentar, alamat kita pasti dapat tips banyak,” ujar Dani, mewakili teman-temannya.
Saat ditanya tentang kemungkinan justru dirinya dan teman-teman menjadi penghubung antara WPS dan konsumen, Madi dan Andi menampik istilah tersebut. Keduanya mengaku mereka (WPS-red) biasanya sudah mempunyai channel sendiri-sendiri, otomatis karena sering diantar tentu tahu siapa dan dimana tempat biasanya mereka melayani, baik yang WPS lokalisasi ataupun yang free alias panggilan bebas.
“Mereka pun tetap enjoy meski kita tahu karena mereka sudah biasa, paling mereka memberi kita uang tip atau bayaran ongkos ojek lebih dari penumpang biasa. Kita tidak berani mengusik mereka, karena itulah sekaligus ladang nafkah kita,” ujar Madi, yang tidak jauh berbeda pendapatnya dengan Andi.
Lalu bagaimana sebenarnya interaksi antara Madi dan Andi beserta teman-temannya dengan WPS secara keseluruhan? Secara gamblang Madi menuturkan kalau mereka menganut sistem simbiosis mutualisme. Artinya tidak hanya memanfaatkan para WPS sebagai penumpang saja, namun lebih dari itu terkadang juga berbincang dan mendengarkan curhat dari mereka kalangan WPS.
“Dan bagi saya dan teman-teman saat-saat itu justru saat yang tepat untuk mencoba memasukkan nilai-nilai kesehatan, biarpun kita tidak memaksa mereka untuk keluar dari pekerjaan yang dianggap masyarakat sangat nista menjual diri,” ujar Madi.
“Hampir tiap malam saya selalu ngobrol dengan mereka, bisa dengan orang yang sama bisa juga dengan WPS yang berbeda. Soal waktu tidak tentu, kadang kalau si WPS-nya lagi sepi booking atau sehabis melayani tamu. Lain kali kalau minta diantar untuk belanja, nah di saat itulah banyak waktu yang kita biasanya ngobrol panjang lebar dengan berbagai topik,” imbuh Madi.
Langkah yang sama juga dilakukan Andri, Dani dan Paulus. Bersama rekan-rekannya yang lain, mereka memang selalu memanfaatkan waktu luang untuk berbincang-bincang ringan dengan para WPS. Mulai dari hal-hal yang lucu, mereka kemudian masuk ke sisi kesehatan.
“Istilahnya kita masuk nyerempet dulu, dan itu ternyata menjadi langkah cukup efektif untuk kita pancing mereka dan kita secara perlahan-lahan masuk ke obrolan kesehatannya, langkah ini memang harus dilakukan karena inilah satu-satunya cara untuk menggapai mereka,” terang Andri.
Begitupun dengan Andi dan kawan-kawan. Mereka memang cenderung untuk seolah bekerja sama, satu sisi demi pendapatan satu sisi lain juga pertemanan yang kental. Hal itu bsia dibuktikan dengan seringnya mereka dalam berinteraksi dan bertemu tatap muka. Apalagi dengan diselingi obrolan yang bisa menjurus pada cerita pribadi.
Mengerucut pada permasalahan WPS-ODHA, Madi dan Andi mengaku tidak terlalu banyak tahu tentang detail. Namun Madi berujar dirinya mengenal dan ada WPS yang berstatus terkena HIV. “Ada, dan itu justru yang paling dekat dengan saya. Kalau dengan saya dia biasanya sangat terbuka. Dia bahkan bercerita pengalaman seks-nya saat pertama kali, sampai tiba-tiba saja ia divonis terkena virus mematikan itu. Saya tidak takut sepanjang kita bisa membawa dan menjaga diri, semuanya pasti berjalan lancar. Pokoknya percaya saja dengan diri kita,” cerita Madi.
Andri, Dani, Paulus dan Andi-pun setali tiga uang. Interaksi antara dirinya dengan WPS-ODHA berlangsung seperti biasa, sama halnya dengan konsumen yang memanfaatkan jasanya menjadi seorang tukang ojek.
Mengenai usaha untuk menginduksi pemikiran WPS-ODHA tersebut tentang bahaya yang bisa terjangkit jika ia melakukan hubungan seksual dengan penggunanya, Madi mengaku sudah berusaha setiap saat untuk selalu memberitahu. Begitupun Andi yang mengajak teman-temannya untuk selalu aktif dalam menyerukan bahayanya pelayanan WPS-ODHA, tentu dengan bahasa yang halus.
“Nah itulah yang terkadang saya masih susah bilang ke dia. Dia kan terkena virus, otomatis saat di bersenggama virus itu menyebar dan menular ke orang lain, namun dia masih tetap tidak mau melepas statusnya sebagai WPS.
Jadi saya juga sering mengantarkannya ke tempat dia biasa dipesan konsumen. Cuma saya tetap tidak bosan-bosannya untuk menasehati di agar berhenti dari pekerjaanya, namun sampai sekarang belum juga berhasil,” jelas Madi.
Andi menyebut dirinya sangat jarang diberitahu apa saja yang dikerjakan WPS-ODHA tersebut saat melayani nafsu syahwat lelaki hidung belang. “Waduh...kalau itu saya kurang tahu pastinya, namun dia terkadang cerita kalau perlakuannya sama saja dengan yang lain. Sebagian besar dia bercerita tentang oral seks saja,” ujar Andi. (persda network/nurfahmi)
Saat ditanya tentang kemungkinan justru dirinya dan teman-teman menjadi penghubung antara WPS dan konsumen, Madi dan Andi menampik istilah tersebut. Keduanya mengaku mereka (WPS-red) biasanya sudah mempunyai channel sendiri-sendiri, otomatis karena sering diantar tentu tahu siapa dan dimana tempat biasanya mereka melayani, baik yang WPS lokalisasi ataupun yang free alias panggilan bebas.
“Mereka pun tetap enjoy meski kita tahu karena mereka sudah biasa, paling mereka memberi kita uang tip atau bayaran ongkos ojek lebih dari penumpang biasa. Kita tidak berani mengusik mereka, karena itulah sekaligus ladang nafkah kita,” ujar Madi, yang tidak jauh berbeda pendapatnya dengan Andi.
Lalu bagaimana sebenarnya interaksi antara Madi dan Andi beserta teman-temannya dengan WPS secara keseluruhan? Secara gamblang Madi menuturkan kalau mereka menganut sistem simbiosis mutualisme. Artinya tidak hanya memanfaatkan para WPS sebagai penumpang saja, namun lebih dari itu terkadang juga berbincang dan mendengarkan curhat dari mereka kalangan WPS.
“Dan bagi saya dan teman-teman saat-saat itu justru saat yang tepat untuk mencoba memasukkan nilai-nilai kesehatan, biarpun kita tidak memaksa mereka untuk keluar dari pekerjaan yang dianggap masyarakat sangat nista menjual diri,” ujar Madi.
“Hampir tiap malam saya selalu ngobrol dengan mereka, bisa dengan orang yang sama bisa juga dengan WPS yang berbeda. Soal waktu tidak tentu, kadang kalau si WPS-nya lagi sepi booking atau sehabis melayani tamu. Lain kali kalau minta diantar untuk belanja, nah di saat itulah banyak waktu yang kita biasanya ngobrol panjang lebar dengan berbagai topik,” imbuh Madi.
Langkah yang sama juga dilakukan Andri, Dani dan Paulus. Bersama rekan-rekannya yang lain, mereka memang selalu memanfaatkan waktu luang untuk berbincang-bincang ringan dengan para WPS. Mulai dari hal-hal yang lucu, mereka kemudian masuk ke sisi kesehatan.
“Istilahnya kita masuk nyerempet dulu, dan itu ternyata menjadi langkah cukup efektif untuk kita pancing mereka dan kita secara perlahan-lahan masuk ke obrolan kesehatannya, langkah ini memang harus dilakukan karena inilah satu-satunya cara untuk menggapai mereka,” terang Andri.
Begitupun dengan Andi dan kawan-kawan. Mereka memang cenderung untuk seolah bekerja sama, satu sisi demi pendapatan satu sisi lain juga pertemanan yang kental. Hal itu bsia dibuktikan dengan seringnya mereka dalam berinteraksi dan bertemu tatap muka. Apalagi dengan diselingi obrolan yang bisa menjurus pada cerita pribadi.
Mengerucut pada permasalahan WPS-ODHA, Madi dan Andi mengaku tidak terlalu banyak tahu tentang detail. Namun Madi berujar dirinya mengenal dan ada WPS yang berstatus terkena HIV. “Ada, dan itu justru yang paling dekat dengan saya. Kalau dengan saya dia biasanya sangat terbuka. Dia bahkan bercerita pengalaman seks-nya saat pertama kali, sampai tiba-tiba saja ia divonis terkena virus mematikan itu. Saya tidak takut sepanjang kita bisa membawa dan menjaga diri, semuanya pasti berjalan lancar. Pokoknya percaya saja dengan diri kita,” cerita Madi.
Andri, Dani, Paulus dan Andi-pun setali tiga uang. Interaksi antara dirinya dengan WPS-ODHA berlangsung seperti biasa, sama halnya dengan konsumen yang memanfaatkan jasanya menjadi seorang tukang ojek.
Mengenai usaha untuk menginduksi pemikiran WPS-ODHA tersebut tentang bahaya yang bisa terjangkit jika ia melakukan hubungan seksual dengan penggunanya, Madi mengaku sudah berusaha setiap saat untuk selalu memberitahu. Begitupun Andi yang mengajak teman-temannya untuk selalu aktif dalam menyerukan bahayanya pelayanan WPS-ODHA, tentu dengan bahasa yang halus.
“Nah itulah yang terkadang saya masih susah bilang ke dia. Dia kan terkena virus, otomatis saat di bersenggama virus itu menyebar dan menular ke orang lain, namun dia masih tetap tidak mau melepas statusnya sebagai WPS.
Jadi saya juga sering mengantarkannya ke tempat dia biasa dipesan konsumen. Cuma saya tetap tidak bosan-bosannya untuk menasehati di agar berhenti dari pekerjaanya, namun sampai sekarang belum juga berhasil,” jelas Madi.
Andi menyebut dirinya sangat jarang diberitahu apa saja yang dikerjakan WPS-ODHA tersebut saat melayani nafsu syahwat lelaki hidung belang. “Waduh...kalau itu saya kurang tahu pastinya, namun dia terkadang cerita kalau perlakuannya sama saja dengan yang lain. Sebagian besar dia bercerita tentang oral seks saja,” ujar Andi. (persda network/nurfahmi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar