by noenx's
KOORDINATOR Klinik Batu 15, Novira Damayanti menyebut data klinik yang ada ditempatnya menyebutkan saat ini cakupan layanan BCC sudah di level pada WPS langsung mencapai 100 persen pada tahun 2005 dan WPS tidak langsung mencapai 90 persen. Tahun ini sudah mencapai 100 persen. Namun di beberapa lokalisasi cakupan layanan ini sudah 100 persen sehingga meminimalisir kemungkinan adanya IMS, HIV/AIDS.
Secara umum terdapat gambaran proporsi jumlah ODHA pada sub populasi rawan HIV di kota Tanjungpinang. Pada pelanggan Pekerja Seks (PS) mencapai 4 persen, pasangan pelanggan PS justru 0 (nol) persen, WPS langsung mencapai 9 persen, WPS tak langsung mencapai 7 persen dan waria sebesar 23 persen.
Mengenai keberadaan tempat atau lokasi persebaran ODHA di kota Gurindam, beberapa wilayah sudah terdeteksi. Wilayah kota sangat dominan seperti di kawasan Batu 3, Suka Berenang, Batu 6 dan kawasan pusat keramaian malam seperti kedai kopi dengan prilaku seperti halnya manusia sehat biasa, sehingga hampir tidak ada orang atau pelanggan yang tahu jikalau WPS tersebut sudah mengidap virus HIV, bahkan mungkin sudah pada tahap AIDS, meski mungkin masih dalam stadium I.
Di kota Tanjungpinang sendiri terdapat beberapa kategori pelanggan Wanita Pekerja Seks (WPS), di antaranya terdapat golongan penduduk setempat, pendatang WNI, pendatang WNA dan tidak terdeteksi dari mana asal muasal pelanggan tersebut.
Prosentase tertinggi asal pelanggan menurut jenis WPS langsung dipegang kategori penduduk setempat yang mencapai 61,5 persen. Sedangkan prosentase tertinggi asal pelanggan WPS tak langsung, termasuk di dalamnya WPS panggilan/eksklusif, adalah pendatang WNA yang mencapai angka 69,4 persen.
Sementara khusus kategori pelanggan lokal, prosentase tertinggi pemakai WPS langsung ditunjukkan oleh jenis Pegawai Swasta yang mencapai 20,2 persen dan terendah diisi golongan PNS dan pengangguran yang sama-sama memiliki nilai 0,4 persen. Kategori WPS tak langsung, persentase pelanggan tertinggi dipegang pegawai swasta dengan 10,3 persen dan terendah didapat golongan pelajar/mahasiswa dan pegawai swasta yang sama sekali tidak memakai WPS tak langsung.
Data tambahan yang didapat dari YBS menyebutkan saat ini keseluruhan WPS langsung di Batu 15 sudah menggunakan kondom 100 persen. Maksud pemakaian 100 persen tersebut didasarkan pada survei melalui perlakuan semacam absensi di setiap rumah dan saat WPS tersebut keluar dari lingkungan lokalisasi. Bagi mereka yang keluar terlebih dahulu selalu melapor melalui “pintu absensi” guna menunjukkan kondom.
“Mungkin kita tidak tahu apa yang dilakukan mereka di luar sana atau pas melayani tamu di dalam rumah, namun paling tidak ternyata selama kita berada di sana dan kita rutin melakukan pemantauan, tercatat mereka selalu menggunakan kondom, sehingga kita berani mengklaim mereka semua menggunakan alat pengaman tersebut,” jelas Novi.
Sementara dari sampel WPS tidak langsung di kota Tanjungpinang terdapat nilai tidak pernah menggunakan kondom sebesar 12 persen, kadang-kadang sebesar 55 persen dan selalu menggunakan sebesar 33 persen. Jumlah ini termasuk sangat riskan sehingga menyebabkan kriteria kemungkinan adanya prevalensi IMS semakin tinggi.
Dari hasil penelitian Infeksi Saluran Reproduksi di kota Tanjungpinang dengan responden sebanyak 97 WPS di lokalisasi dan 149 responden WPS di tempat hiburan menyebutkan pekerjaan pelanggan yang paling sering dilayani terdiri atas polisi/TNI dengan rataan 1,5 persen, PNS juga 1,5 persen, pegawai swasta hanya 0,5 persen, ABK di lokalisasi sebesar 16 persen sedang di tempat hiburan hanya 1 persen.
WPS tempat hiburan paling banyak melayani tamu orang asing yakni sebesar 92 persen sedangkan WPS lokalisasi hanya melayani 2 persen. WPS lokalisasi paling banyak atau paling sering melayani orang yang justru tidak diketahui asal muasalnya oleh WPS.
Tindakan pencegahan HIV/AIDS bisa dengan menjabarkan slogan yang disosialisasikan sebagai upaya pencegahan penularan HIV yang dikenal dengan prinsip ABCD. A (Abstinence), yakni tidak melakukan hubungan seksual sama sekali. terutama bagi yang belum menikah, B (Be Faithful), yakni tidak berganti-ganti pasangan dan saling setia kepada pasangannya, C (Condom), yakni jika kedua cara di atas sulit, harus melakukan hubungan seksual yang aman yaitu dengan menggunakan alat pelindung atau kondom dan D (Don’t Share Syringe), yakni jangan memakai jarum suntik atau alat yang menembus kulit bergantian dengan orang lain, terutama di kalangan IDU’s.
Bagi tukang ojek seperti Madi dan Andi, apa yang disebut dengan konsep dan prinsip ABCD memang tidak secara detail diketahuinya. Saat dijumpai, keduanya mengaku bersama teman-temannya tidak terlalu paham dengan apa, kepanjangan dan definisi detail dari prinsip ABCD tersebut.
Namun saat dijelaskan tentang prinsip tersebut, Andi dan Madi sependapat kalau apa yang telah mereka lakukan juga mengacu pada ketentuan tersebut. “Yang jelas setiap kita ngobrol dengan WPS, yang berhubungan dengan HIV/AIDS, selalu menyebutkan atau menyuluh tentang keempat hal tersebut, meski sebenarnya saya tidak tahu betul apa kepanjangan dari ABCD itu, namun apa yang kita lakukan jelas sesuai dengan prinsip tersebut,” ujar Madi. (persda network/nurfahmi budi)
Secara umum terdapat gambaran proporsi jumlah ODHA pada sub populasi rawan HIV di kota Tanjungpinang. Pada pelanggan Pekerja Seks (PS) mencapai 4 persen, pasangan pelanggan PS justru 0 (nol) persen, WPS langsung mencapai 9 persen, WPS tak langsung mencapai 7 persen dan waria sebesar 23 persen.
Mengenai keberadaan tempat atau lokasi persebaran ODHA di kota Gurindam, beberapa wilayah sudah terdeteksi. Wilayah kota sangat dominan seperti di kawasan Batu 3, Suka Berenang, Batu 6 dan kawasan pusat keramaian malam seperti kedai kopi dengan prilaku seperti halnya manusia sehat biasa, sehingga hampir tidak ada orang atau pelanggan yang tahu jikalau WPS tersebut sudah mengidap virus HIV, bahkan mungkin sudah pada tahap AIDS, meski mungkin masih dalam stadium I.
Di kota Tanjungpinang sendiri terdapat beberapa kategori pelanggan Wanita Pekerja Seks (WPS), di antaranya terdapat golongan penduduk setempat, pendatang WNI, pendatang WNA dan tidak terdeteksi dari mana asal muasal pelanggan tersebut.
Prosentase tertinggi asal pelanggan menurut jenis WPS langsung dipegang kategori penduduk setempat yang mencapai 61,5 persen. Sedangkan prosentase tertinggi asal pelanggan WPS tak langsung, termasuk di dalamnya WPS panggilan/eksklusif, adalah pendatang WNA yang mencapai angka 69,4 persen.
Sementara khusus kategori pelanggan lokal, prosentase tertinggi pemakai WPS langsung ditunjukkan oleh jenis Pegawai Swasta yang mencapai 20,2 persen dan terendah diisi golongan PNS dan pengangguran yang sama-sama memiliki nilai 0,4 persen. Kategori WPS tak langsung, persentase pelanggan tertinggi dipegang pegawai swasta dengan 10,3 persen dan terendah didapat golongan pelajar/mahasiswa dan pegawai swasta yang sama sekali tidak memakai WPS tak langsung.
Data tambahan yang didapat dari YBS menyebutkan saat ini keseluruhan WPS langsung di Batu 15 sudah menggunakan kondom 100 persen. Maksud pemakaian 100 persen tersebut didasarkan pada survei melalui perlakuan semacam absensi di setiap rumah dan saat WPS tersebut keluar dari lingkungan lokalisasi. Bagi mereka yang keluar terlebih dahulu selalu melapor melalui “pintu absensi” guna menunjukkan kondom.
“Mungkin kita tidak tahu apa yang dilakukan mereka di luar sana atau pas melayani tamu di dalam rumah, namun paling tidak ternyata selama kita berada di sana dan kita rutin melakukan pemantauan, tercatat mereka selalu menggunakan kondom, sehingga kita berani mengklaim mereka semua menggunakan alat pengaman tersebut,” jelas Novi.
Sementara dari sampel WPS tidak langsung di kota Tanjungpinang terdapat nilai tidak pernah menggunakan kondom sebesar 12 persen, kadang-kadang sebesar 55 persen dan selalu menggunakan sebesar 33 persen. Jumlah ini termasuk sangat riskan sehingga menyebabkan kriteria kemungkinan adanya prevalensi IMS semakin tinggi.
Dari hasil penelitian Infeksi Saluran Reproduksi di kota Tanjungpinang dengan responden sebanyak 97 WPS di lokalisasi dan 149 responden WPS di tempat hiburan menyebutkan pekerjaan pelanggan yang paling sering dilayani terdiri atas polisi/TNI dengan rataan 1,5 persen, PNS juga 1,5 persen, pegawai swasta hanya 0,5 persen, ABK di lokalisasi sebesar 16 persen sedang di tempat hiburan hanya 1 persen.
WPS tempat hiburan paling banyak melayani tamu orang asing yakni sebesar 92 persen sedangkan WPS lokalisasi hanya melayani 2 persen. WPS lokalisasi paling banyak atau paling sering melayani orang yang justru tidak diketahui asal muasalnya oleh WPS.
Tindakan pencegahan HIV/AIDS bisa dengan menjabarkan slogan yang disosialisasikan sebagai upaya pencegahan penularan HIV yang dikenal dengan prinsip ABCD. A (Abstinence), yakni tidak melakukan hubungan seksual sama sekali. terutama bagi yang belum menikah, B (Be Faithful), yakni tidak berganti-ganti pasangan dan saling setia kepada pasangannya, C (Condom), yakni jika kedua cara di atas sulit, harus melakukan hubungan seksual yang aman yaitu dengan menggunakan alat pelindung atau kondom dan D (Don’t Share Syringe), yakni jangan memakai jarum suntik atau alat yang menembus kulit bergantian dengan orang lain, terutama di kalangan IDU’s.
Bagi tukang ojek seperti Madi dan Andi, apa yang disebut dengan konsep dan prinsip ABCD memang tidak secara detail diketahuinya. Saat dijumpai, keduanya mengaku bersama teman-temannya tidak terlalu paham dengan apa, kepanjangan dan definisi detail dari prinsip ABCD tersebut.
Namun saat dijelaskan tentang prinsip tersebut, Andi dan Madi sependapat kalau apa yang telah mereka lakukan juga mengacu pada ketentuan tersebut. “Yang jelas setiap kita ngobrol dengan WPS, yang berhubungan dengan HIV/AIDS, selalu menyebutkan atau menyuluh tentang keempat hal tersebut, meski sebenarnya saya tidak tahu betul apa kepanjangan dari ABCD itu, namun apa yang kita lakukan jelas sesuai dengan prinsip tersebut,” ujar Madi. (persda network/nurfahmi budi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar