Sabtu, Maret 01, 2008

Teman Baik, tak Selalu Bicara Uang (4)

by noenx's
KARENA itulah ia merasa peran tukang ojek sangat berguna bagi dirinya dan para WPS lainnya. Biasanya para tukang ojek tersebut memberitahu lewat omongan saja, tapi kadang Riana dan kawan-kawan diberi stiker atau lembaran tulisan yang berisi pengetahuan tentang HIV dan AIDS.
Sama seperti Riana, tukang ojek bagi seorang Nurlita yang positif terkena HIV, adalah tidak hanya sebagai tukang antar saja ke pelanggan yang di luar kompleks. Namun lebih dari itu mampu memberi pengetahan tentang arti hidup meski terkena virus HIV.
Menyinggung kapan tahu jika sudah terjangkiti virus tersebut, Nurlita menjelaskan sekitar tahun 2000-an sepertinya, ia memang merasa tidak sehat, banyak keringat, sering pusing-pusing, panas terkadang muntah-muntah dan terasa semakin lemas. Karenanya ia memeriksakan diri ke dokter. Eh...ternyata bagai petir di siang bolong dokter mengatakan kalau dirinya positif terkena virus sangat berbahaya tersebut.
“Namun saya sempat tidak patah arang, saya minta dicek kesehatan total namun ternyata memang hasilnya sama saja. Sejak saat itu saya pasrah namun tetap bekerja seperti biasa melayani tamu meskipun sebenarnya saya tahu hal itu bisa membahayakan orang lain, tapi saya terus mau hidup darimana, sayapun butuh uang juga. Jadi tetap saja saya beroperasi melayani pelanggan,” jelas Nurlita, wanita asal Jepara, Jawa Tengah ini.
Lalu bagaimana Nurlita melayani konsumennya?Ternyata ia tetap saja melayani seperti hal WPS biasa lainnya. Namun tidak seperti saat berada di kota Batam, kini ia sudah berubah, meski tidak mau berhenti menjadi seorang WPS.
Ia mengaku saat ini sudah berubah. Perubahan itu tampak dari keharusannya untuk memakai alat pengaman kondom. Biasanya ia membawa sendiri untuk teman kencannya atau kalau tidak selalu memberi peringatan pada pelanggan untuk memakai kondom, meski dirinya tetap tidak memberi tahu kalau mengidap HIV.
“Masih terasa berat dan sesak di dada,” ujarnya lirih dengan raut muka yang dipaksanya untuk selalu ceria dan tersenyum, tapi guratan sedih dan menyesal tetap ada di bola matanya yang masih bening.
Wanita ini mengaku perubahan yang ada pada dirinya terutama dalam melayani pelanggan didapat dalam jangka waktu cukup lama. Itupun ia rasakan dulunya sebagai sebuah siksaan, karena “aksi balas dendamnya” terasa terhambat.
Nurlita berusaha merubah gaya hidupnya karena memang keinginannya agar penyakit yang diidapnya tidak bertambah parah, pasalnya ia masih tetap berusaha untuk pergi ke klinik, apalagi hal tersebut juga untuk menjaga alat reproduksinya tetap bersih.
“Namun di sisa hidup saya, jika tidak bisa disembuhkan juga, saya tidak ingin bertambah parah, jadi berkeinginan menggunakan kondom, termasuk teman kencan saya, harus, kalau tidak saya justru bisa menolak secara halus meski tetap sebisa mungkin membujuknya supaya tetap memakai jasa layanan seks saya,” jelas Nurlita, yang merasa dirinya berubah sejak enam bulan setelah tinggal di kota Tanjungpinang.
Mengenai asal kesadarannya untuk merubah pola hidup dan pelayanannya ke konsumen, wanita ini mengaku situasi dan kondisi di lingkungannya sekarang-lah yang membuatnya mampu merubah segalanya.
Satu di antara yang paling dominan merubah pola pikirnya tentang “balas dendam” dan kesehatan justru datang dari pergaulannya dengan tukang ojek. Selain merasa enak dan aman serta nyaman untuk diajak ngobrol kesana kemari, teman-teman tukang ojeknya mampu menghadirkan nuansa lain terutama mengenai virus HIV dan penyakit AIDS.
Ia membuktikannya sendiri. Saat pertama kali memakai jasa mereka untuk mengantar keluar guna menemui konsumen yang mem-booking, di sepanjang perjalanan tukang ojek tersebut mencoba untuk berbincang tentang segala hal awalnya, namun lama kelamaan mengajak untuk berbincang tentang HIV dan AIDS.
Pertama kali mendengarnya, Nurlita terus-terusan cuek. Namun setelah setiap kali keluar meski dengan tukang ojek yang berbeda dan perbincangan selalu mengarah ke sana, ia-pun seolah tergerak dan tersadar tentang penyakit mematikan tersebut, karena memang tukang ojek tersebut senantiasa mengajak untuk selalu menanyakan kepada pelanggan apakah membawa kondom atau tidak.
“Ternyata teman-teman tukang ojek sangat intens, terutama saat menjelaskan betapa bahayanya jika tidak menggunakan alat pengaman seperti kondom karena bisa menimbulkan penyakit, meskipun kondom misalnya, tidak seratus persen bisa mencegah penyakit, tapi setidaknya bisa mereduksi lebih banyak daripada tidak memakai sama sekali,” jelas Nurlita. (persda network/nurfahmi budi)

Tidak ada komentar: