Minggu, Mei 04, 2008

Kebangsaan dan Kemiskinan

Ketika ditanya apakah permasalahan bangsa pada saat ini yang paling mendera. Sertamerta orang akan menjawab,''Kemiskinan." Sesudahnya kemudian berbicara problematika perikehidupan yang lain. Sebenarnya, kemiskinan dihadapi penduduk semua negara di dunia dengan intensitas berbeda-beda. Ekonom sering menyebut bahwa economic growth is necessary but not sufficient.
Ternyata pertumbuhan tidak serta-merta mampu menurunkan jumlah penduduk miskin apabila tidak diikuti perbaikan kapabilitas sumber daya manusia. Akumulasi dana masyarakat yang besar tidak berkontribusi nyata bagi penanggulangan kemiskinan jika tidak didistribusikan ke sektor riil, khususnya mendukung usaha gurem dan mikro, yang orang sering menyebutnya dengan ekonomi rakyat.
Kondisi kesenjangan di antara sumber daya dan kebutuhan masyarakat yang melahirkan kemiskinan merupakan fenomena market failure yang memerlukan campur tangan pemerintah. Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan bagian dari tugas administrasi pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pelayanan publik.
Segenap potensi perlu digerakkan agar tercipta sinergi dalam pengentasan kemiskinan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Meski memiliki sumber daya yang melimpah, namun human development index (HDI) Indonesia yang menempati urutan 108 (medium human development) dari 177 negara, jauh di bawah negara-negara lain yang memiliki sumber daya lebih rendah.

Kondisi Kemiskinan
Kondisi kesejahteraan penduduk miskin sangat rentan terhadap gejolak dan perubahan sosial, ekonomi, dan politik. Ketidakberdayaan penduduk miskin kerap diperburuk dengan intervensi yang tidak tepat sasaran, misalnya dalam bentuk subsidi dan eksploitasi sumber daya alam (SDA) secara berlebihan.
Jumlah penduduk miskin sejak 1970-an menurun hingga pertengahan 1990-an, kemudian meningkat akibat krisis multidimensi hingga akhir 1990-an dan kembali menurun hingga 2005. Pada tahun 2006 terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin akibat kejadian bencana alam, meskipun kembali menurun pada 2007 menjadi 37,2 juta orang (BPS). Jumlah rumah tangga miskin pada 2006 sebanyak 19,3 juta kepala keluarga (Pusdatin Depsos).
Persentase penduduk miskin terbesar terdapat di Papua, Irian Jaya Barat, Maluku, Nusa Tenggara Timur, dan Gorontalo; sedangkan jumlah terbanyak terdapat di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Garis Kemiskinan pada 2006 adalah pendapatan Rp158.051 per kapita per bulan yang merupakan rata-rata perkotaan Rp179.144 per kapita per bulan dan perdesaan Rp135.896 per kapita per bulan.
Mayoritas penduduk Indonesia berada dekat dengan garis kemiskinan, sehingga rentan jatuh miskin apabila terjadi peningkatan inflasi atau gejolak sosial dan ekonomi. Tahun 2006, sekitar 80% kepala rumah tangga miskin berpendidikan SD atau tidak tamat SD dan 9,8% kepala rumah tangga miskin tidak bekerja.
Pada 2004, Indonesia menempati urutan ke-41 dari 177 negara dalam hal HPI dengan nilai 18,5% (UNDP). Pada periode 1990-2004, persentase penduduk miskin di bawah garis kemiskinan USD1 per hari adalah 7,5% dan di bawah USD2 per hari sebanyak 52,4% dari total penduduk Indonesia.

Upaya Penanggulangan Kemiskinan
Keterbatasan sumber daya menyebabkan pemerintah tidak dapat menangani semua aspek penanggulangan kemiskinan melalui kebijakan publik sehingga membutuhkan kontribusi komponen masyarakat. Berbagai upaya telah ditempuh dalam mengentaskan kemiskinan melalui pendekatan sektoral maupun regional yang menghabiskan anggaran cukup besar.
Tren belanja pemerintah pusat maupun daerah yang meningkat pesat tidak diikuti perbaikan indikator pembangunan secara memadai. Penelitian Akyuwen (2008) menyebut bahwa dalam 23 tahun (1985-2007) belanja pemerintah pusat meningkat rata- rata 101,9% per tahun, sedangkan belanja pemerintah daerah meningkat rata-rata 216,5% per tahun.
Anggaran penanggulangan kemiskinan meningkat dari Rp18 triliun pada 2004 menjadi Rp81 triliun pada 2008, atau meningkat rata-rata 70% per tahun. Peningkatan anggaran tidak sejalan dengan pengurangan jumlah penduduk miskin, sehingga terdapat indikasi belanja pemerintah untuk mengurangi kemiskinan kurang efektif.
Presiden telah meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) untuk menciptakan sinergi pemanfaatan sumber daya pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan melalui pemberdayaan masyarakat dengan mengharmonisasi sekitar 53 program yang disertai dengan pendampingan dan penyediaan dana stimulan.
Apa yang disebut ekonomi rakyat merupakan sasaran utama pemberdayaan,agar pelakunya dapat bekerja, mendapatkan keuntungan, kemudian menabung untuk hari depan. Kerja, untung, dan tabung.

Wawasan Kebangsaan
Beberapa hari lagi kita akan memperingati 100 tahun kebangkitan nasional, adalah relevan bila kita pertanyakan, "Sudahkah kita bangkit dari keterpurukan di lembah kemiskinan ini?" Satu hal yang inheren dalam upaya penanggulangan kemiskinan adalah spirit untuk maju.
Mereka yang dapat memecahkan masalah kemiskinan adalah diri si miskin itu sendiri sehingga pendekatan kita selain secara intelektual, yaitu intervensi ekonomi, kita juga bicara secara spiritual dan emosional. Dalam kedua hal tersebut, paradigma yang ditawarkan adalah wawasan kebangsaan.
Wawasan kebangsaan sangat diperlukan oleh suatu bangsa dari suatu negara yang memiliki kemerdekaan dan kedaulatan seperti negara Indonesia. Wawasan Kebangsaan sebagai spirit akan mengupayakan diri rakyat Indonesia untuk duduk sejajar dengan bangsa lain.
Dalam kerangka memanfaatkan semua peluang internasional bagi kemajuan bangsa. Memberikan semangat wawasan kebangsaan kepada pelaku ekonomi rakyat berarti memberikan kesadaran bahwa kita harus bersama untuk maju. Pelatihan bersemangat kebangsaan pada awalnya layak untuk diberikan kepada aparat pemerintah, para pendamping program penanggulangan kemiskinan, manajer sosial kecamatan, hingga dunia usaha.
Wawasan kebangsaan akan menyadarkan warga negara terhadap pentingnya arti kehidupan bersama atas dasar persamaan hak dan kewajiban di hadapan hukum serta sebagai pembentukan tata pandang yang sehat dan wajar mengenai masa depan bangsa. Pada saat saya bergabung dalam kepanitiaan untuk pelatihan emotional spiritual quotient pada 13-15 Maret 2008 di Gedung PLN, Jakarta, semangat mencapai Indonesia Emas tersebut begitu menggelora.
Hadir pada saat itu Menteri Negara Pemuda dan Olahraga Adhyaksa Dault, mantan Menteri Kehakiman Utoyo Usman, dan beberapa tokoh nasional lain. Kami merasakan kerinduan akan panduan berbangsa dan bernegara setelah ''dihentikannya" P4 atau Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Banyak forum lain dan tokoh juga menegaskan bahwa kembali ke Pancasila merupakan kunci kebangkitan bangsa.
Menurut Menteri Adhyaksa, bangsa Indonesia kini mulai kehilangan hikmah dan kebijaksanaan. Sedangkan Pak Utoyo menyatakan bahwa kita perlu alternatif program atau pelatihan dalam memandu warga negara agar mencintai bangsa dan berperikehidupan yang santun dengan sesama- dalam kerangka NKRI. Akhirnya,wawasan kebangsaan merupakan pikiran-pikiran yang bersifat nasional dengan tujuan agar bangsa memiliki cita-cita kehidupan dan tujuan bernegara yang jelas di era global.
Perjuangan mengurangi kemiskinan tak akan kunjung membuahkan hasil bila dilaksanakan secara parsial, bahkan individual. Semangat ke-aku-an, atau ke-kami-an,yang mengutamakan daerah demi daerah, suku demi suku tanpa tekad bersatu sebagai satu bangsa yang secara berbareng bergerak, akan tetap kalah dengan laju kemiskinan itu sendiri.Menjadi Indonesia yang bangkit atau Indonesia Emas yang dapat mengoptimalkan upaya pencapaian kesejahteraan rakyat, merupakan agenda utama wawasan kebangsaan. (*) Prof Gunawan Sumodiningrat

Tidak ada komentar: