Sikap para pemodal, memang, belum berubah alias masih seperti pekan-pekan sebelumnya. Mereka tetap pesimistis dan menganggap kondisi Bursa Efek Indonesia (BEI) masih berada dalam area bearish. Dengan kata lain, penguatan indeks harga saham gabungan, yang berlangsung selama empat hari perdagangan kemarin, hanya merupakan technical rebound. Apalagi kenaikannya hanya berlangsung tipis yakni hanya sekitar 1,9% dari 2.303,93 (11/4) ke 2.349,27 (18/4).
“Jadi, pekan ini, indeks masih rawan koreksi,” kata seorang analis saham. Beberapa investor kakap yang ditemui INILAH.COM memprediksi, indeks pada perdagangan 21 hingga 25 April ini akan bergerak di rentang 2.250 - 2.400.
“Ada kemungkinan bakal terjadi aksi ambil untung. Terutama pada saham-saham pertambangan,” ujar seorang investor asing. Soalnya, para pemodal asing maupun lokal kini lebih suka bermain cepat.
Artinya jika sudah mengantungi gain 5-10%, mereka akang langsung membuang barang. Alasannya, dalam kondisi seperti sekarang, lebih aman memegang uang tunai ketimbang mengempit saham.
Mungkin, alasan itu ada benarnya. Sebab, tiga kepala riset dari tiga perusahaan sekuritas berpendapat sama bahwa IHSG yang terbentuk saat ini belum mencapai titik terendah. Menurut perhitungan mereka, bottom indeks berada pada level 2.000-an.
Mengerikan, memang. Tapi, seperti yang lumrah terjadi, selalu ada kesempatan dalam kesempitan. Menurut seorang analis, investor yang punya nyali bisa memainkan beberapa saham unggulan yang selalu menjadi rebutan pasar.
Dari sektor pertambangan, misalnya, ada saham PT Timah (TINS), INCO, Aneka Tambang (ANTM) dan Bumi Resources (BUMI). Saham-saham tersebut, dalam sepekan, diprediksi berpotensi menghasilkan gain sebesar 5%. Lumayan bukan?
Sementara dari sektor perbankan, saham Bank Mandiri (BMRI) dan Bank BCA (BBCA) juga mendapat rekomendasi buy. Tapi, tetap dengan catatan, pembelian harus dilakukan setelah harga saham-saham tersebut terkoreksi.
Ini penting agar investor tidak lagi terjebak di harga tinggi. Makanya, tak heran jika hanya sedikit analis yang berani merekomendasikan buy untuk jangka menengah, apalagi panjang.
Soalnya, mereka tak bisa menakar sedalam apa penurunan harga sebuah saham akan berlangsung. Dan ini bisa dimaklumi, sebab pasar sangat dipengaruhi oleh berbagai sentimen eksternal. Seperti tingginya harga minyak dan melonjaknya harga pangan dunia. Dan ingat, mulai hari-hari ini, laporan keuangan kuartal I 2008 akan bermunculan. Bukan hanya laporan keuangan emiten di Indonesia, juga emiten-emiten di Amerika.
Dipastikan, akan banyak angka merah di rapor mereka. Dan itulah yang akan membuat bursa AS loyo dan bursa kita kembali terkapar. Jadi, waspadalah, waspadalah!
“Jadi, pekan ini, indeks masih rawan koreksi,” kata seorang analis saham. Beberapa investor kakap yang ditemui INILAH.COM memprediksi, indeks pada perdagangan 21 hingga 25 April ini akan bergerak di rentang 2.250 - 2.400.
“Ada kemungkinan bakal terjadi aksi ambil untung. Terutama pada saham-saham pertambangan,” ujar seorang investor asing. Soalnya, para pemodal asing maupun lokal kini lebih suka bermain cepat.
Artinya jika sudah mengantungi gain 5-10%, mereka akang langsung membuang barang. Alasannya, dalam kondisi seperti sekarang, lebih aman memegang uang tunai ketimbang mengempit saham.
Mungkin, alasan itu ada benarnya. Sebab, tiga kepala riset dari tiga perusahaan sekuritas berpendapat sama bahwa IHSG yang terbentuk saat ini belum mencapai titik terendah. Menurut perhitungan mereka, bottom indeks berada pada level 2.000-an.
Mengerikan, memang. Tapi, seperti yang lumrah terjadi, selalu ada kesempatan dalam kesempitan. Menurut seorang analis, investor yang punya nyali bisa memainkan beberapa saham unggulan yang selalu menjadi rebutan pasar.
Dari sektor pertambangan, misalnya, ada saham PT Timah (TINS), INCO, Aneka Tambang (ANTM) dan Bumi Resources (BUMI). Saham-saham tersebut, dalam sepekan, diprediksi berpotensi menghasilkan gain sebesar 5%. Lumayan bukan?
Sementara dari sektor perbankan, saham Bank Mandiri (BMRI) dan Bank BCA (BBCA) juga mendapat rekomendasi buy. Tapi, tetap dengan catatan, pembelian harus dilakukan setelah harga saham-saham tersebut terkoreksi.
Ini penting agar investor tidak lagi terjebak di harga tinggi. Makanya, tak heran jika hanya sedikit analis yang berani merekomendasikan buy untuk jangka menengah, apalagi panjang.
Soalnya, mereka tak bisa menakar sedalam apa penurunan harga sebuah saham akan berlangsung. Dan ini bisa dimaklumi, sebab pasar sangat dipengaruhi oleh berbagai sentimen eksternal. Seperti tingginya harga minyak dan melonjaknya harga pangan dunia. Dan ingat, mulai hari-hari ini, laporan keuangan kuartal I 2008 akan bermunculan. Bukan hanya laporan keuangan emiten di Indonesia, juga emiten-emiten di Amerika.
Dipastikan, akan banyak angka merah di rapor mereka. Dan itulah yang akan membuat bursa AS loyo dan bursa kita kembali terkapar. Jadi, waspadalah, waspadalah!